Rumah bukan sekadar kumpulan fisik tetapi juga kumpulan sosial. Apakah Anda menginginkan tinggal di perumahan yang ramah sosial, ramah lingkungan, serta ekonomis?
Faktor kebutuhan dan tuntutan rumah yang semakin tinggi, memaksa sebagian besar masyarakat perkotaan menjadi individualis. Berangkat pagi, pulang malam. Kehidupan sosial di sekitar perumahan, hilang. Anak-anak tak bisa bebas bermain dan berekspresi. Semua kegiatan dilakukan di dalam rumah. Tingkat keamanan di perkotaan yang semakin rawan, ditambah tidak adanya interaksi dengan tetangga kanan kiri, membuat mereka semakin tak leluasa bermain. Pagar-pagar rumah seperti benteng yang membuat interaksi dengan tetangga mati.
Dari segi penggunaan lahan, dulu setiap rumah masih memililki lahan kosong untuk berkebun/ bertaman dan tempat bermain anak. Kini, kebanyakan perumahan di perkotaan hanyalah berupa petak-petak rumah kecil, tak ada ruang terbuka , tak ada ruang bermain.
Kota Semakin Padat.
"Pada tahun 1990-an diperkirakan hanya 10% penduduk dunia yang tinggal di perkotaan, sekarang telah mencapai 50% dan diperkirakan tahun 2050 mencapai 75%. Demikian yang disampaikan Tiok Prasetyoadi, arsitek dan urban designer, pada acara diskusi dan pameran cohousing yang diselenggarakan di Musium Bank Mandiri, di Jakarta. Bisa dibayangkan betapa padatnya penduduk di perkotaan kelak. Dengan kondisi demikian, kehidupan diperkotaan ke depan akan jauh dari tingkat kenyamanan, keamanan, dan lingkungan yang bersih serta sehat.
Kondisi inilah yang mendorong Santy Syahril beserta delapan keluarga lainnya berupaya merealisasikan mimpi membuat perumahan dengan konsep cohousing di Jakarta.
Apa Itu Cohousing?
Cohousing adalah sebuah konsep bertempat tinggal. Bedanya dengan perumahan biasa, pada perumahan cohousing penghuni rumah sudah membentuik komunitas terlebih dahulu sebelum perumahannya sendiri dibangun. Kemudian mereka berkomitmen untuk hidup dalam sebuah perumahan secara bersama-sama dan ikut merancang desain perumahannya.
Rumah-rumah-nya sendiri nanti dibangun sesuai keinginan para anggota komunitas tersebut. Mereka yang anggota keluarganya sedikit bisa membangun rumah dengan sedikit kamar, sedangkan mereka yang memiliki anggota lebih banyak bisa membangun rumah dengan lebih banyak kamar.
Konsep cohousing sudah berkembang di Denmark sejak akhir tahun 1990-an. Konsep ini muncul dilatarbelakangi oleh banyaknya keluarga yang memiliki penghasilan ganda, tetapi bingung dengan kehudupan dan perkembangan buah hati mereka. Siapa yang menjaga anak-anak di rumah? Siapa yang mengasuh dan menyiapkan makan di rumah? Siapa yang mengantar ke sekolah?
Dami komunitas para orang tua yang rata-rata bekerja dan memiliki anak inilah konsep cohousing terbentuk. Namun akhirnya konsep rumah cohousing ini berkembang tak hanya untuk mereka yang telah berkeluarga, tetapi juga mereka yang masih lajang dan para lansia.
Keunikan Konsep Rumah Cohousing
Hampir semua perumahan di Indonesia, design dan perencanaannya dilakukan oleh pihak pengembang. Calon penghuni tinggal menerima rumah dalam keadaan design sudah jadi, dengan pilihan design terbatas pada tipe-tipe rumah yuang disediakan. Mereka tak mengenal siapa calon tetangga mereka, darimana asalnya, atau apa latar belakangnya. Proses pengenalan itu akan mereka lalui di kemudian hari ketika mereka telah menempati rumah tersebut dan bahkan ada kemungkinan mereka tak akan melalui proses itu.
Pada pe-rumah-an dengan konsep cohousing, para calon penghuni (yang sudah membentuk komunitas sebelumnya) ikut berpartisipasi dalam men-design dan membuat perencanaan perumahannya. Fasilitas apa saja yang mereka inginkan, ukuran dan design rumah untuk masing-masing penghuni, bahkan lokasi perumahannya sendiri pun diputuskan berdasarkan hasil diskusi yang mereka lakukan.
Dari segi ukuran, perumahan cohousing yang menggunakan sistem klaster hanya terdiri dari 15-25 rumah. Menurut Santy, ini untuk lebih memudahkan dalam pengawasan, sterilisasi lingkungan, dan juga interaksi sosial yagn terjalin agar lebih erat. Lebih dari 25 rumah keluarga nilai kebersamaannya dianggap akan semakin kecil, bahkan bisa hilang. Sedangkan bila jumlah rumah keluarganya terlalu sedikit, komunitas tersebut menjadi kurang beragam.
Berbagi Tugas dan Benda
"Berbagi" dalam konsep cohousing tidak hanya mencakup ruang pada rumah, tapi juga tugas. Katakan untuk tugas menemani anak-anak bermain di "tempat main bersama". Tidak perlu semua ibu menjaga anaknya bermain di saat yang bersamaan. Para ibu-ibu bisa berbagi tugas, misalnya hari ini ibu A dan ibu B dan keesokan harinya ibu C dan ibu D.
Apakah aman menyerahkan penjagaan anak kepada tetangga? Ya, karena para tetangga adalah orang-orang yang sudah dikenal baik dan merupakan anggota komunitas. Bahkan para tetangga ini bisa jauh lebih dipercaya ketimbang baby sitter atau pembantu yang belum kita kenal dengan baik.
"Berbagi" di sini juga bisa diterapkan dalam hal pemilikan barang di rumah. Misalnya, "Tidak semua rumah tangga perlu punya gerjagi atau tangga," ujar Santy. Untuk satu perumahan mungkin hanya dibutuhkan 2 gergaji dan 2 tangga yang bisa digunakan bersama-sama oleh seluruh penghuni rumah, secara bergaintan. Begitu pula dengan pring-piring untuk pesta, mesin cuci, bahkan sampai kendaraan.
Mengapa perumahan berkonsep cohousing disebut ramah lingkungan? Karena adanya ruang-ruang rumah bersama, satu rumah tidak perlu besar. Akibatnya, area terbuka menjadi lebih banyak, taman pun bisa dibuat lebih besar. Karena perencanaan dibuat bersama sejak awal dan ada beberapa aktivitas yang dilakukan secara terpadu di satu tempat, limbah pun terkumpul menjadi satu. Ini membuat pengelolaan air kotor menjadi lebih mudah. Selain itu, konsep "berbagi", baik dalam ruang maupun benda-benda juga akan menghemat banyak biaya.
Kok, seperti mimpi ya? Memang, di Indonesia belum ada konsep perumahan seperti ini. Tapi beberapa negara maju seperti Denmark dan Belanda sudah sejak lama memilikinya. Karena di sana harga rumah dan tanah sangat mahal, banyak perumahan cohousing yang berbentuk apartment. Di Indonesia, mimpi ini menjadi lebih nyata setelah beberapa mahasiswa dari Universitas Pelita Harapan berupaya menuangkan konsep cohousing milik komunitas Rumah Bersama ke dalam bentuk desain.
Faktor kebutuhan dan tuntutan rumah yang semakin tinggi, memaksa sebagian besar masyarakat perkotaan menjadi individualis. Berangkat pagi, pulang malam. Kehidupan sosial di sekitar perumahan, hilang. Anak-anak tak bisa bebas bermain dan berekspresi. Semua kegiatan dilakukan di dalam rumah. Tingkat keamanan di perkotaan yang semakin rawan, ditambah tidak adanya interaksi dengan tetangga kanan kiri, membuat mereka semakin tak leluasa bermain. Pagar-pagar rumah seperti benteng yang membuat interaksi dengan tetangga mati.
Dari segi penggunaan lahan, dulu setiap rumah masih memililki lahan kosong untuk berkebun/ bertaman dan tempat bermain anak. Kini, kebanyakan perumahan di perkotaan hanyalah berupa petak-petak rumah kecil, tak ada ruang terbuka , tak ada ruang bermain.
Kota Semakin Padat.
"Pada tahun 1990-an diperkirakan hanya 10% penduduk dunia yang tinggal di perkotaan, sekarang telah mencapai 50% dan diperkirakan tahun 2050 mencapai 75%. Demikian yang disampaikan Tiok Prasetyoadi, arsitek dan urban designer, pada acara diskusi dan pameran cohousing yang diselenggarakan di Musium Bank Mandiri, di Jakarta. Bisa dibayangkan betapa padatnya penduduk di perkotaan kelak. Dengan kondisi demikian, kehidupan diperkotaan ke depan akan jauh dari tingkat kenyamanan, keamanan, dan lingkungan yang bersih serta sehat.
Kondisi inilah yang mendorong Santy Syahril beserta delapan keluarga lainnya berupaya merealisasikan mimpi membuat perumahan dengan konsep cohousing di Jakarta.
Apa Itu Cohousing?
Cohousing adalah sebuah konsep bertempat tinggal. Bedanya dengan perumahan biasa, pada perumahan cohousing penghuni rumah sudah membentuik komunitas terlebih dahulu sebelum perumahannya sendiri dibangun. Kemudian mereka berkomitmen untuk hidup dalam sebuah perumahan secara bersama-sama dan ikut merancang desain perumahannya.
Rumah-rumah-nya sendiri nanti dibangun sesuai keinginan para anggota komunitas tersebut. Mereka yang anggota keluarganya sedikit bisa membangun rumah dengan sedikit kamar, sedangkan mereka yang memiliki anggota lebih banyak bisa membangun rumah dengan lebih banyak kamar.
Konsep cohousing sudah berkembang di Denmark sejak akhir tahun 1990-an. Konsep ini muncul dilatarbelakangi oleh banyaknya keluarga yang memiliki penghasilan ganda, tetapi bingung dengan kehudupan dan perkembangan buah hati mereka. Siapa yang menjaga anak-anak di rumah? Siapa yang mengasuh dan menyiapkan makan di rumah? Siapa yang mengantar ke sekolah?
Dami komunitas para orang tua yang rata-rata bekerja dan memiliki anak inilah konsep cohousing terbentuk. Namun akhirnya konsep rumah cohousing ini berkembang tak hanya untuk mereka yang telah berkeluarga, tetapi juga mereka yang masih lajang dan para lansia.
Keunikan Konsep Rumah Cohousing
Hampir semua perumahan di Indonesia, design dan perencanaannya dilakukan oleh pihak pengembang. Calon penghuni tinggal menerima rumah dalam keadaan design sudah jadi, dengan pilihan design terbatas pada tipe-tipe rumah yuang disediakan. Mereka tak mengenal siapa calon tetangga mereka, darimana asalnya, atau apa latar belakangnya. Proses pengenalan itu akan mereka lalui di kemudian hari ketika mereka telah menempati rumah tersebut dan bahkan ada kemungkinan mereka tak akan melalui proses itu.
Pada pe-rumah-an dengan konsep cohousing, para calon penghuni (yang sudah membentuk komunitas sebelumnya) ikut berpartisipasi dalam men-design dan membuat perencanaan perumahannya. Fasilitas apa saja yang mereka inginkan, ukuran dan design rumah untuk masing-masing penghuni, bahkan lokasi perumahannya sendiri pun diputuskan berdasarkan hasil diskusi yang mereka lakukan.
Dari segi ukuran, perumahan cohousing yang menggunakan sistem klaster hanya terdiri dari 15-25 rumah. Menurut Santy, ini untuk lebih memudahkan dalam pengawasan, sterilisasi lingkungan, dan juga interaksi sosial yagn terjalin agar lebih erat. Lebih dari 25 rumah keluarga nilai kebersamaannya dianggap akan semakin kecil, bahkan bisa hilang. Sedangkan bila jumlah rumah keluarganya terlalu sedikit, komunitas tersebut menjadi kurang beragam.
Berbagi Tugas dan Benda
"Berbagi" dalam konsep cohousing tidak hanya mencakup ruang pada rumah, tapi juga tugas. Katakan untuk tugas menemani anak-anak bermain di "tempat main bersama". Tidak perlu semua ibu menjaga anaknya bermain di saat yang bersamaan. Para ibu-ibu bisa berbagi tugas, misalnya hari ini ibu A dan ibu B dan keesokan harinya ibu C dan ibu D.
Apakah aman menyerahkan penjagaan anak kepada tetangga? Ya, karena para tetangga adalah orang-orang yang sudah dikenal baik dan merupakan anggota komunitas. Bahkan para tetangga ini bisa jauh lebih dipercaya ketimbang baby sitter atau pembantu yang belum kita kenal dengan baik.
"Berbagi" di sini juga bisa diterapkan dalam hal pemilikan barang di rumah. Misalnya, "Tidak semua rumah tangga perlu punya gerjagi atau tangga," ujar Santy. Untuk satu perumahan mungkin hanya dibutuhkan 2 gergaji dan 2 tangga yang bisa digunakan bersama-sama oleh seluruh penghuni rumah, secara bergaintan. Begitu pula dengan pring-piring untuk pesta, mesin cuci, bahkan sampai kendaraan.
Mengapa perumahan berkonsep cohousing disebut ramah lingkungan? Karena adanya ruang-ruang rumah bersama, satu rumah tidak perlu besar. Akibatnya, area terbuka menjadi lebih banyak, taman pun bisa dibuat lebih besar. Karena perencanaan dibuat bersama sejak awal dan ada beberapa aktivitas yang dilakukan secara terpadu di satu tempat, limbah pun terkumpul menjadi satu. Ini membuat pengelolaan air kotor menjadi lebih mudah. Selain itu, konsep "berbagi", baik dalam ruang maupun benda-benda juga akan menghemat banyak biaya.
Kok, seperti mimpi ya? Memang, di Indonesia belum ada konsep perumahan seperti ini. Tapi beberapa negara maju seperti Denmark dan Belanda sudah sejak lama memilikinya. Karena di sana harga rumah dan tanah sangat mahal, banyak perumahan cohousing yang berbentuk apartment. Di Indonesia, mimpi ini menjadi lebih nyata setelah beberapa mahasiswa dari Universitas Pelita Harapan berupaya menuangkan konsep cohousing milik komunitas Rumah Bersama ke dalam bentuk desain.
Posting Komentar